Salafiyyun dan Daulah Islam

Ditanyakan kepada Syaikh Salim bin ‘Id al-Hilali –hafidzahullah– :

Bagaimana sikap kita dalam menghadapi syubhat yang dilontarkan kepada as-salafiyyun, bahwa as-salafiyyun tidak peduli dengan masalah Iqamatud-Daulah atau al-Khilafah al-Islamiyah (mendirikan atau membangun Negara dan Kekuasaan Islam)?

Syaikh Salim bin ‘Id al-Hilali –hafidzahullah– menjawab:

Alhamdulillah, wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa ash habihi wa man walah,
Sebagaimana yang tadi telah disebutkan oleh Syaikh ‘Ali –hafidzahullah– bahwa syubhat-syubhat itu sangat banyak.[1]  Sehingga menjawabnya pun membutuhkan waktu yang panjang. Oleh karena itu beliau meringkasnya. Dan apa yang telah beliau sampaikan sebenarnya sudah cukup.
Namun, tatkala permasalahan yang ditanyakan berkaitan dengan masalah kenegaraan dan pemerintahan, maka permasalahan ini merupakan permasalahan paling besar, dan merupakan sebab terbesar yang telah membangkitkan dan mengobarkan para pemuda untuk sangat mudah melakukan takfir (pengkafiran) dan pemberontakan atau demo-demo, dan bahkan perbuatan anarkis. Sebagian permasalahan ini telah dijelaskan oleh Syaikh Ali –hafidzahullah- dan saya akan menjelaskan dari sisi lain, yang kaitannya lebih erat dengan permasalahan politik atau kenegaraan secara ringkas pula, insya Allah.


Pertama kali yang semestinya kita pahami adalah, bahwa negara yang penduduknya kaum muslimin, di dalamnya dikumandangkan adzan, ditegakkan shalat, mayoritas keadaan kaum muslimin berhukum dengan syariat Islam, maka negara ini adalah negara Islam. Karena perbedaan antara negara Islam dengan negara kafir, sebagaimana telah disebutkan oleh al Muzani dalam kitab ushulus sunnah, adalah dikumandangkan adzan dan ditegakkan shalat di dalamnya.
Oleh karena itu, terhadap orang-orang yang mengatakan: kalian tidak peduli dengan Iqamatud-Daulah-Islamiyah (mendirikan negara Islam) maka kita katakan kepada mereka, sesungguhnya negara-negara Islam sudah ada dan berdiri! Namun yang menjadi permasalahan, mayoritas hukum-hukum yang kini diterapkan di sebagian negara-negara Islam, baik dalam bidang perekonomian, politik, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lainnya, hampir secara keseluruhan merupakan hukum-hukum buatan manusia, hukum-hukum impor (yang didatangkan dari negara-negara kafir, red- )

Para ulama telah menjelaskan secara terperinci tentang permasalahan ini.[2]  Yakni, tentang berhukum dengan hukum-hukum atau undang-undang buatan manusia. Para ulama telah menerangkan, bahwa seseorang yang berhukum dengan hukum selain hukum Allah, berarti ia telah melakukan sebuah kekafiran yang kecil, yang tidak mengeluarkannya dari agama Islam. Akan tetapi, mungkin saja kekafiran yang kecil ini mengeluarkannya kepada kekafiran yang besar –seperti yang telah saya terangkan secara terperinci di Masjid al-Istiqlal kemarin.[3]  Yaitu, apabila ia menganggap dan berkeyakinan halal atau bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah; atau berkata, hukum-hukum dan undang-undang lainnya sama saja dengan hukum Allah; atau berkata, saya bebas (terserah saya mau berhukum dengan hukum Allah atau selainnya, sama saja), dan perkataan lainnya yang senada dengannya. Maka, berarti ia –dengan kesepakatan ulama Ahlus Sunnah- telah melakukan kekafiran yang besar (keluar dari Islam, red.), wal ‘iyyadu billahi tabaraka wa ta’ala.

Berarti, selama negara-negara Islam kini sudah ada dan tegak, yang dituntut untuk kita lakukan adalah memperbaiki keadaan negara-negara Islam ini, dengan metode yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; baik dalam cara berdakwah, pembinaan umat berdasarkan metode at-Tashfiyah wat-Tarbiyah (memurnikan umat dari kesyirikan, bid’ah dan maksiat, kemudian membina, membimbing mereka memahami Islam dengan baik dan benar), bukan dengan cara-cara yang saat ini gencar dilakukan oleh sebagian golongan-golongan dan partai-partai. Seperti melakukan kudeta-kudeta militer, pemberontakan-pemberontakan, aksi-aksi mogok, atau bahkan –lebih ironi lagi- mengadakan aliansi dengan negara-negara kafir, demi menggulingkan pemerintah negara Islam, atau usaha-usaha lainnya.

Ketahuilah! Justru semua ini semakin menambah perpecahan dan kelemahan kaum muslimin di banyak negara-negara Islam!

Jadi, yang  kita lakukan ialah mengadakan perbaikan-perbaikan pada pemerintah negara-negara Islam saat ini. Kita pun berusaha menyatukan negara-negara Islam agar mereka saling bekerja sama, bersatu, menolong antara yang satu dengan yang lainnya; dan akhirnya seperti firman Allah berikut:

وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍ۬‌ۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥۤ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka [adalah] menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh [mengerjakan] yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.  ( At-Taubah [9]: 71 )

Hendaknya kita selalu ingat  dan tidak lupa bahwa orang-orang kafir, walaupun kekafiran mereka berbeda-beda, negara mereka pun berbeda-beda, namun –hendaknya kita tetap waspada dan siaga- bahwasanya mereka senantiasa melakukan penyatuan-penyatuan yang terorganisir sesama mereka, baik dalam masalah politik, perekonomian, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Karena (mereka pun tahu) bahwa bersatu merupakan kekuatan.

Oleh karena itu, di antara tujuan kita (dalam mengadakan perbaikan-perbaikan di segala bidang kehidupan) adalah yang seperti Syaikh kami (al-Albani rahimahullah) selalu menuliskan di dalam buku-buku beliau, berupaya menuju kehidupan yang Islami.

Tentu saja, beliau tidak bermaksud bahwa kehidupan Islami saat ini tidak ada sama sekali! Akan tetapi yang beliau maksud, bahwa kehidupan Islami yang ada saat ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari agama Allah. Maka dari itu, kita harus berdakwah kepada manusia dan kaum Muslimin seluruhnya, menuju penegakan syari’at Allah dalam seluruh bidang kehidupan mereka; baik dalam bidang politik, perekonomian, atau pun ilmu pengetahuan. Demikian pula dalam hubungan nasional maupun internasional, baik bersama kawan atau pun lawan.

Inilah sekilas dan pandangan kita (tentang bernagara) secara umum dan singkat. Metode kita adalah melakukan perbaikan-perbaikan dengan cara berdakwah mengajak manusia kepada Allah, memurnikan mereka dari polusi kesyirikan, bid’ah, dan maksiat, lalu membimbing dan membina mereka kepada pemahaman dan praktek Islam yang baik dan benar. Seperti firman Allah:


ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِ‌ۖ وَجَـٰدِلۡهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحۡسَنُ‌ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ‌ۖ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ

Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl [16]: 125)

Kita juga jangan sampai melupakan, wahai Saudara-saudaraku, bahwa tegaknya Daulah Islamiyyah merupakan pemberian dan karunia Allah semata bagi hamba-hamba-Nya yang shalih dan bertakwa. Jika kita beramal, juga orang-orang shalih beramal, maka sesungguhnya kekuatan, kekuasaan dan kejayaan Islam merupakan janji Allah.
Allah berfirman:

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ ڪَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَہُمُ ٱلَّذِى ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّہُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنً۬ا‌ۚ يَعۡبُدُونَنِى لَا يُشۡرِكُونَ بِى شَيۡـًٔ۬ا‌ۚ وَمَن ڪَفَرَ بَعۡدَ ذَٲلِكَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar [keadaan] mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang [tetap] kafir sesudah [janji] itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS an-Nur [24]: 55)

Dan kami berikan kabar gembira kepada Anda semua, bahwa masa depan adalah milik Islam yang benar dan lurus, yang berada di atas manhaj as-salafush-shalih. Manhaj yang diberkahi Allah, yang mengikat manusia agar senantiasa berhubungan dengan Allah dan melaksanakan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang akan membawa mereka semua kepada keimanan, keamanan, dan kedamaian.
Kami memohon kepada Allah agar memberikan taufiq-Nya selalu kepada setiap Muslim.

(Ceramah Syaikh Salim bin ‘Id al-Hilali –hafidzahullah- di Jakarta Islamic Center (JIC), Ahad, 23 Muharram 1428h/ 11 Februari 2007M)
As-Sunnah edisi 03/XI/1428H/2007M




  ____________
Catatan Kaki:

1. Lihat Majalah As-Sunnah, Liputan Edisi 01/XI/1428H/2007M, Rubrik Manhaj, Salafiyyun Menepis Tuduhan Dusta, ceramah Fadhilatusy-Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari –hafidzahumallahu-, di Masjid Islamic Center Jakarta, hari Ahad, 23 Muharram 1428H / 11 Februari 2007M.
  2. Lihat risalah ilmiyah Syaikh Salim bin ‘Id al-Hilali –hafidzahullah- yang menjelaskan masalah ini secara gamblang dan terperinci, Qurrotu ‘Uyun fi Tash-hihi Tafsiri ‘Abdillah ibni ‘Abbas li Qaulihi Ta’ala: Wa Man lam Yahkum bi Ma Anzalallahu fa Ula-ika Humul Kafirun.
  3. Ceramah di Masjid al-Istiqlal Jakarta, hari Sabtu, 22 Muharram 1428H / 10 Februari 2007M. Pembahasan yang dimaksud, kami angkat pada edisi ini dalam satu rangkaian rubrik manhaj. Lihat jawaban Fadhilatusy Syaikh Salim bin ‘Id al-Hilali hafidzahullah tentang Kufrun Dunya Kufrin.



Comments

Popular posts from this blog

Bank Syariah Butuh Perubahan Radikal

Salah Satu Bentuk Keindahan Syariat Islam