Bank Syariah Butuh Perubahan Radikal

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bank tanpa riba (la riba bank), bank tanpa bunga (interest-free bank), bank syariah (sharia bank) merupakan beberapa istilah yang diberikan untuk menyebut entitas bank Islam, selain bank Islam itu sendiri sebagai bank yang operasionalnya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Di samping melibatkan hukum Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme bunga (interest-free), posisi unik lainnya bank syariah adalah diperbolehkan melakukan kegiatan usaha yang bersifat multi-finance atau perdagangan.

Namun ironisnya, realita membuktikan masih banyak praktek bank syariah yang tidak sesuai dengan syariah. Bank syariah sebagai salah satu alternatif bagi umat Islam untuk menjalankan sirkulasi dan aktivitas keuangannya menjadi sangat riskan ketika harus bertabrakan dengan syariat Islam.
.

Jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 230 juta jiwa dengan mayoritas muslim membuat Indonesia menjadi potensi baru kekuatan keuangan syariah di dunia. Lebih-lebih didukung munculnya semangat kesadaran kaum muslimin terhadap agamanya. Kekuatan ini seharusnya mampu mendorong penerapan sistem keuangan syariah sesuai syariat Islam secara kaffah.

Sayangnya, banyak pihak merasa skeptis dengan peranan bank syariah. Mereka menganggap bank syariah bukanlah agen untuk membumikan ekonomi syariah. Bahkan dalam banyak studi kasus dinyatakan masih banyak bentuk transaksi perbankan syariah yang menyimpang dari aturan syariah.

Di sisi lain, regulasi Bank Indonesia (BI), sebagai pengatur dan pengawas perbankan yang selama ini menaungi bank-bank konvensional, membuat bank syariah harus “tunduk” pada aturan main yang ada.

Perubahan adalah kata yang paling tepat bagi masyarakat muslim. Baik perubahan yang radikal pada fundamental bank syariah. Terutama pada aspek pengaturan dan pengawasannya.

Per 31 Desember 2013, fungsi pengawasan bank dialihkan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejak saat itu, BI hanya mengelola kebijakan moneter. Perubahan mendasar terkait pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan diharapkan dapat dilakukan oleh OJK dengan disahkannya Undang-undang No.21/2011 tentang OJK. Peran OJK tak hanya mengawasi dan mengatur sektor perbankan, namun OJK juga akan bertugas mengawasi dan mengatur industri keuangan lainnya. Di antaranya lembaga keuangan nonbank (BMT, koperasi simpan pinjam, dan lainlain), pasar modal, asuransi, dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya. Tentu saja ini bukan tugas ringan bagi OJK.

Mampukah OJK menjadi motor penggerak bagi perubahan fundamental keuangan syariah? Ataukah justru kita pasrah dengan riba di bank syariah? Wallahu ‘alam bisshawab.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

SALAM
MACHFI CHANANI

Sumber:
Majalah Pengusaha Muslim edisi no. 24

Comments

Popular posts from this blog

Salafiyyun dan Daulah Islam

Salah Satu Bentuk Keindahan Syariat Islam